Minggu, 25 Mei 2014

Karya Ilmiah

Iaincirebon.co.id
Karya Ilmiah
Afifah
Ariviyah
Khusnul Khotimah
Dwi Payana
PMI (Pengembangan Msyarakat Islam)


I.     Pendahuluan
A.  Latar Belakang
Menulis bagi banyak orang merupakan suatu hal yang tidak mudah, tetapi  terdapat sebagian orang yang menganggap bahwa menulis adalah suatu hal yang mudah dan sangat menyenangkan. Berkaitan dengan hal ini, kebiasaan membaca memiliki peran dan pengaruh yang sangat besar dalam menjadikan orang untuk merasa mudah atau sulit dalam melakukan aktivitas menulis.
Selain dipengaruhi oleh sumber bacaan yang dicerna seseorang, menulis juga dipengaruhi oleh aturan-aturan penulisan yang sifatnya konvensional dan berlaku universal.
Dikatakan berlaku konvensional karena didalamnya terdapat aturan-aturan penulisan yang harus diikuti oleh seseorang. Seperti halnya karya ilmiah akademik yaitu karya ilmiah yang harus dibuat oleh mahasiswa yang mutlak harus mengikuti ketentuan yang berlaku dalam penulisan karya ilmiah.
Dalam mengikuti ketentuan dalam penulisan tersebut maka dapat memudahkan karena setiap orang tinggal mengikutinya secara konsisten satu demi satu yang dirumuskan. Akan tetapi, pada sisi yang lain menganggap sebagai hal yang sangat menyulitkan karena orang tidak dapat lagi bebas dalam berekspresi lewat tulisannya itu.
Dikatakan berlaku universal maksudnya adalah karya ilmiah itu baik format maupun esensinya diterima dan dipahami secara sama oleh masyarakat yang berada diseluruh dunia.
B.  Rumusan Masalah 
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah adalah Bagaimana cara penyusunan dalam penulisan karya ilmiah dengan baik?

C.  Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan dalam masalah ini yakni untuk mengetahui pengertian karya ilmiah dan cara penulisan karya ilmiah serta dapat diaplikasikan oleh mahasiswa.

II. Pembahasan
A.  Pengertian Karya Ilmiah
Karya ilmiah atau tulisan ilmiah adalah karya seorang ilmuan (yang berupa hasil pengembangan) yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang diperoleh melalui kepustakaan, kumpulan pengalaman, dan pengetahuan orang lain sebelumnya.
Tujuan karya ilmiah adalah agar gagasan penulis karya ilmiah itu dapat dipelajari, lalu didukung atau ditolak oleh pembaca, sedangkan fungsinya ialah sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Sifat karya ilmiah harus memenuhi syarat meliputi: 1) lugas dan tidak emosional, yakni mempunyai satu arti, sehingga tidak ada tafsiran sendiri-sendiri, 2)logis, yakni disusun berdasarkan  urutan yang konsisten, 3) efektif, yakni satu kebulatan pikiran, ada penekanan dan pengembangan, 4) efisien, yakni hanya memepergunakan kata atau kalimat yang penting dan mudah difahami, dan 5) ditulis dengan bahasa Indonesia yang baku.[1]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa karya ilmiah adalah sebuah karya yang memerlukan pengembangan ilmu pengetahuan teknologi yang berdasarkan pengalaman.
B.  Tahap penulisan Karya Ilmiah
Menurut Syihabuddin (2006:5-6) ada beberapa langkah menulis ilmiah, sebagai berikut.
1.    merencanakan (mengumpulkan bahan, menentukan tujuan dan bentuk tulisan, dan menentukan pembaca);
2.    menulis (menyusun draf secara keseluruhan);
3.    merefleksikan (apakah sudah memenuhi tujuan? Apakah sudah sesuai dengan pembaca? Apakah sudah menginformasikan pesan secara cermat?); dan
4.    merevisi (kebenaran gagasan, kebahasaan, kejelasan, kewajaran).
Menurut Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum, terdapat beberapa langkah menulis karya ilmiah sebagai berikut.[2]
1.    Menentukan tema
Tema berfungsi sebagai penuntun untuk dapat memahami keseluruhan tulisan atan karangan secara cermat. Suatu tema penulisan karya ilmiah yang baik adalah sesuai dengan keahlian penulis, sesuai dengan bidang studi yang didalami penulis, sesuai dengan pengalaman penulis. Adapun tema yang dianggap menarik adalah sesuai dengan tuntutan pembaca dalam mencapai target tertentu, sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditekuni pembaca, sesuai dengan bidang pekerjaan dan profesi yang digeluti pembaca, memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembaca.
2.    Menentukan judul
Terdapat beberapa hal yang harus dicermati untuk merumuskan judul karya ilmiah diantaranya meliputi: 1). harus terkait dengan tema karya ilmiah, 2) harus terlihat kesimpulannya, 3) harus sesuai dengan isinya, 4) harus dirumuskan dalam bentuk rasa, 5) harus dirumuskan dengan jelas, dan 6) harus dirumuskan dengan singkat.
3.    Menyusun kerangka
Secara umum, kerangka karangan dapat dianggap sebagai rencana penulisan yang mengandung ketentuan bagaimana kita akan menyusun sebuah karangan. Dengan kerangka karangan, rangkaian ide dapat disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur.  
Adapun fungsi dari kerangka karangan meliputi: 1) memperlihatkan pokok bahasan, sub bahasan, sub-sub bahasan, dan memberikan kemungkinan perluasan bashasan, 2) mencegah pembahsan keluar dari sasaran yang sudah dirumuskan dalam topic, judul, kalimat tesis, dan tujuan karangan, 3) mencegah ketidaklengkapan bahsan, 4) mencegah pengulangan pembahsan, 5) memudahkan pengendalian variable, 6) memperlihatkan kekurangan dan kelebihan materi pembahasan.



4.    Tujuan
Adapun tujuan utama penulisan dapat dirinci menjadi beberapa tujuan sesuai dengan masalah yang akan dibahas seperti yang disebutkan dibagian depan.
Dilihat dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa tahapan-tahapan menulis karya ilmiah mencakup menentukan tema, mencari bahan tulisan, menentukan judul dan menyusun kerangka tulisan.
C.  Notasi Karya Ilmiah
Menurut Kinayati Djojosuroto dan M.L.A Sumaryati hal-hal yang bersifat pokok tentang pembuatan notasi ilmiah adalah sebagai berikut.[3]
1.        Pembuatan Kutipan
Pengetahuan ilmiah yang dikutip dari seseorang dipergunakan untuk berbagai tujuan sesuai dengan argumentasi yang diajukan, misalnya untuk mendukung pernyataan penulis atau mendefinisikan sesuatu. Kutipan-kutipan tersebut dapat berbentuk kutipan langsung atau kutipan tidak langsung.
2.        Catatan kaki
Pada umumnya catatan kaki dipisahkan dari teks dengan 14 atau 20 ketukan tik garis lurus dari pinggir sebelah kiri. Catatan kaki diketik dalam satu spasi, dua spasi dibawah garis pemisah ini dimulai setelah 7 ketukan tik dari pinggir dengan angka arab yang diketik naik setengah spasi. Jarak antara catatan kaki satu dengan lainnya tetap dua spasi.
Untuk memudahkan pembaca mengetahui sumber informasi yang dikutip, maka sebaiknya, catatan kaki meliputi: 1) nama penulis, 2) judul tulisan, 3) tempat penerbitan, 4) nama penerbit, 5) tahun penerbitan, dan 6) halaman yang di kutip.
Contoh: Winarno Surakhmad, Dasar-Dasar dan Teknik Research: Pengantar Metodologi Ilmiah (Bandung: Penerbit Tarsito, 1978), P.206.
3.        Daftar pustaka
Dalam penulisan daftar pustaka tidak diberi nomor urut tetapi diurutkan secara alfabet, maka sebaiknya daftar pustaka meliputi: 1) nama penulis, 2) nama kota, 3) nama penerbit, 4) tahun penerbitan tidak ditulis dalam kurung.
Contoh: Surakhmad, Winarno, Dasar-dasar dan Teknik Research: Pengantar Metodologi Ilmiah Bandung: Penerbit Tarsito, 1978.
Untuk menghindari plagiasi maka diperlukan notasi dalam karya ilmiah. Diantaranya mencakup pembuatan kutipan, catatan kaki dan daftar pustaka. Karena dengan notasi karya ilmiah tersebut agar dapat mengetahui penulis dari buku yang dikutip.
4.   Asas-asas penulisan Karya Ilmiah
Didalam karya ilmiah terdapat asas-asas penulisan diantaranya sebagai berikut.[4]
1.      Kejelasan
Karya ilmiah harus konkrit dan jelas. Kejelasan itu tidak saja berarti mudah dipahami, mudah dibaca, tetapi juga harus tidak memberi ruang untuk disalah tafsirkan, tidak boleh bersifat samar-samar.
Kejelasan di dalam karya ilmiah itu ditopang oleh hal-hal berikut.
a.       Pemakaian bentuk kebahasaan yang lebih dikenal dari pada bentuk kebahasaan yang masih harus dicari-cari dulu maknanya, bahkan oleh penulisnya.
b.      Pemakaian kata-kata yang pendek, ringkas, tajam, lugas, dari pada kata-kata yang berbelit, panjang, rancuh.
c.       Pemakaian kata-kata dalam bahasa sendiri daripada kata-kata dalam bahasa asing. Kata-kata asing hanya dapat digunakan jika memang istilah itu sangat teknis sifatnya sehingga tidak ada istilah atau kata yang pas dalam bahasa Indonesia.
2.      Ketepatan
Karya ilmiah menjunjung tinggi keakuratan. Hasil penelitian ilmiah dan cara penyajian hasil penelitian harus tepat atau akurat. Supaya karya ilmiah menjadi benar-benar akurat penulis atau peneliti harus sangat cermat, teliti, tidak boleh main-main dengan ilmu.
3.      Keringkasan
Karya ilmiah harus ringkas. Ringkas tidak sama dengan pendek. Karya ilmiah itu tidak boleh menghamburkan kata-kata, tidak boleh mengulang-ngulang ide yang telah diungkapkan, dan tidak berputar-putar dalam mengungkapkan gagasan atau maksud. Karya ilmiah harus di bangun dari ide yang kaya dengan bahasa yang hemat dan sederhana.
Dalam penulisan karya ilmiah harus memenuhi asas-asas penulisan diantaranya kejelasan, ketertapan dan keringkasan dalam tulisan.
III. Penutup
A.       Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa karya ilmiah adalah sebuah karya yang memerlukan pengembangan ilmu pengetahuan teknologi yang berdasarkan pengalaman. Adapun tahapan-tahapan menulis karya ilmiah mencakup menentukan tema, mencari bahan tulisan, menentukan judul dan menyusun kerangka tulisan.
Untuk menghindari plagiasi maka diperlukan notasi dalam karya ilmiah, diantaranya mencakup pembuatan kutipan, catatan kaki dan daftar pustaka, karena dengan notasi karya ilmiah tersebut agar dapat mengetahui penulis dari buku yang dikutip. Dalam penulisan karya ilmiah harus memenuhi asas-asas penulisan diantaranya kejelasan, ketertapan dan keringkasan dalam tulisan.
B.  Saran
Penyusun menyadari bahwasannya dalam penulisan makalah ini banyak memiliki kekurangan. Namun inilah yang dapat diberikan, penyusun telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun makalah ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran dari rekan-rekan maupun dari dosen pengampu. Karena dengan adanya kritik dan saran dapat membantu agar lebih baik lagi.















Daftar Pustaka
http://ikhsan pauzi.blogspot.com/2011
Djojosuroto, Kinayati dan Sumaryati, M.L.A Prinsip-Prinsip Dasar Penelitian Bahasa dan Sastra Bandung:nuansa. 2004
Rahardi, Kunjana. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi Jakarta: Erlangga, 2009.




[1] http://ikhsan pauzi.blogspot.com/2011.
[2] R. Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta:erlangga, 2009)146-159.
[3] Kinayati Djojosuroto dan M.L.A Sumaryati. Prinsip-Prinsip Dasar Penelitian Bahasa dan Sastra (Bandung:nuansa, 2004) 97-103.   
[4] R. Kunjana Rahardi op.Cit.,144-145

Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup

Iaincirebon.co.id
Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup
‘Afifah
PMI (Pengembangan Masyarakan Islam)
Abstrak
Tanah bisa mengalami kerusakan, bahkan tanah termasuk wujud alam yang mudah mengalami kerusakan. Pada peristiwa erosi, bagian-bagian tanah dari suatu tempat akan terkikis dan terangkut yang kemudian di endapkan pada suatu tempat lain. Tanah yang mengalami longsor itu di picu oleh hujan lebat, lereng gunung yang gundul dan dan rapuhnya bebatuan sehingga tanah tidak mampu menahan air, proses terjadinya longsor disebabkab air yang meresap kedalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai kedalam tanah, maka kedapan air yang berperan sebagai gelincir akan menjadi tanah yang licin dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Adapun tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan erosi antara lain sebagai berikut. (1) Pengaturan penggunaan lahan, (2)Usaha-usaha pertanian, antara lain:
1)   Pengolahan tanah menurut kontur (garis bentuk)
2)   Cocok tanam pias (strip cropping)
3)   Memperkuat ujung alur sungai erosi atau polongan (gully)
4)   Penutupan alur erosi
5)   Sumuran penampung air

Kata kunci: erosi, lingkungan hidup, longsor, penebangan hutan,
tanah.

I.         Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Negara kita Indonesia sering kali mengalami berbagai macam bencana alam yang datang silih berganti, seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi dan lain-lain. Akibat kejadian-kejadian alam yang yang banyak merenggut nyawa manusia dan membuat orang kehilangan tempat tinggal sehingga membuat saudara-saudara kita menangis histeris dan terguncang jiwanya.
Bencana alam seperti tanah longsor disebabkan adanya erosi tanah akibat tanah gundul yang tidak dapat menahan air yang turun ke bumi dengan jumlah yang sangat besar.
Permukaan kulit bumi akan selalu mengalami erosi, disuatu tempat akan terjadi pengikisan sementara ditempat lainnya akan terjadi penimbuan, sehingga bentuknya akan selalu berubah sepanjang masa. Peristiwa ini terjadi secara alamiah dan berlangsung sangat lambat.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat dirumuskan adalah bagaimana cara menanggulangi erosi tanah agar lingkungan hidup tetap lestari?
C.     Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan dalam masalah ini yakni untuk mengidentifikasikan pengendalian erosi tanah.
II.      Pembahasan
A.    Pengertian Erosi
Menurut Dr. Ir. Wani Hadi Utomo (1983:21) “Erosi adalah suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air atau pun angin.”
Menurut suripin    (2004:6) “erosi adalah suatu proses hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin.”
Menurut Alibasyah (1996:1) “erosi tanah adalah proses penghanyutan tanah dan merupakan gejala alam yang wajar dan terus berlangsung selama ada aliran permukaan.”
Jadi, erosi tanah adalah suatu gejala tanah yang hilang karena disebabkan oleh pergerakan air maupun angin yang barlangsung selama ada aliran permukaan.
B.     Bentuk-bentuk  Erosi
Suripin (2004:31-38) berdasarkan bentuknya erosi dibagi menjadi:
1.         Erosi percikan
Erosi percikan terlepas dan terlemparnya butir-butir tanah dari sejumlah besar tanah yang dikumpulkan akibat pukulan butiran air hujan secara langsung. Tanda-tanda nyata adanya erosi percik pada musim hujan dapat kita lihat pada permukaan daun yang terdapat partikel tanah, adanya batuan kerikil di atas lapisan tanah.
2.         Erosi aliran permukaan
Erosi aliran permukaan itu terjadi jika lamanya hujan melebihi daya serap simpan air tanah.
3.         Erosi alur
Erosi alur ini terbentuk pada jarak tertentu sampai kearah bawah lereng sebagai akibat kekuatan aliran permukaan sehingga terbentuk alur-alur kecil.
4.         Erosi parit/selokan
Pada dasarnya erosi parit ini dianggap sebagai perkembangan lanjut dari erosi alur
5.         Erosi tebing
Erosi tebing ini terjadi akibat pengikisan atau menghilangkan tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing yang kuat.
6.         Erosi internal
Erosi internal yaitu terbawanya butiran-butiran tanah masuk kedalam celah akibat aliran bawah permukaan.
7.         Tanah longsor
Tanah longsor merupakan bentuk erosi yang pengangkutan sejumlah besar tanahnya itu terjadi karena volume yang relative besar.
C.     Faktor Yang Mempengaruhi  Erosi
Erosi berawal karena terjadinya penghancuran pengumpulan sejumlah benda yang terpisah akibat ketukan air hujan yang memiliki energi lebih besar di banding daya tahan tanah. Penghancuran tanah akan menghambat lubang-lubang tanah, maka daya serap perembasan tanah akan menurun dan mengakibatkan airnya meng alir di permukaan tanah. Permukaan tanah memiliki energi untuk mengikis dan mengangkat butir-butir tanah yang telah hancur. Ketika tenaga limpasan sudah tidak mampu lagi mengangkut butir-butir hancuran tersebut, maka butir-butir ini akan diendapkan.
 Wani hadi utomo (1989:21-28) pada dasarnya erosi di pengaruhi oleh iklim. Faktor iklim yang berpengaruh terhadap erosi antara lain hujan, temperatur, angin, kelembaban, dan pemancaran matahari. Dari faktor-faktor tersebut hujan merupakan factor yang paling dominan.  Manusia, dapat berperan sebagai faktor cepatnya laju erosi karena manusia dapat melakukan kesalahan dalam pengelolaan lingkungan seperti penambangan, eksploitasi hutan, pengerukan tanah dan lain sebagainya. Pangaruh erosi selanjutnya yaitu sifat tanah. Faktor sifat tanah ini adalah tekstur, struktur, bahan organik, dan tingkat kesuburan tanah, dan faktor terakhir dipengaruhi oleh panjang lereng.
D.    Dampak Erosi
Suripin (2004:22) melihat adanya penghancuran pengumpulan benda akibat air hujan yang memiliki energi besar maka timbul dampak erosi terhadap kesuburan tanah, air hanya dapat mengalir apabila jumlahnya itu lebih besar dibanding kemampuan tanah untuk mencampurtangankan air ke lapisan yang lebih dalam. Dengan menurunya keadaan menjadi bentuk tanah, karena sebagian butir-butir tertutup oleh tanah yang halus, maka lajunya semakin berkurang, akibatnya aliran air dipermukaan akan semakin bertambah banyak. Aliran air dipermukaan mempunyai akibat yang penting karena lebih banyaknya air yang mengalir maka akan semakin banyak pula tanah yang terkikis.  
Dampak terhadap erosi tanah lainnya yaitu menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan menyebabkan menurunnya kemampuan lahan. Selain itu erosi tanah juga dapat memakan korban jiwa, seperti tanah longsor yang menimpa salah satu diantara kita.
E.   Cara Pengendalian Erosi
Erosi tanah berubah menjadi bahaya jika prosesnya berlangsung lebih cepat lajunya  pembentukan tanah. Erosi yang mengalami percepatan secara berangsur-angsur akan menipiskan tanah.
Adapun tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan erosi antara lain sebagai berikut.
1. Pengaturan penggunaan lahan
2. Usaha-usaha pertanian, antara lain:
6)      Pengolahan tanah menurut kontur (garis bentuk)
7)      Cocok tanam pias (strip cropping)
8)      Memperkuat ujung alur sungai erosi atau polongan (gully)
9)      Penutupan alur erosi
10)  Sumuran penampung air
Selain tindakan yang tertera diatas, ada cara penanggulangan lain seperti: tidak menebangi hutan, menanami pohon-pohon seperti bambu, akar wangi dan tumbuhan lainnya yang bisa menyimpan air, dan memecah ombak-ombak yang besar dengan cara membuat benteng atau karung buatan.
F.      Pengertian Tanah
Utomo Hadi Wani (dalam Friedrich Fallou 1855: 16) ahli geologi. Tanah sebagai hasil pelapukan oleh waktu yg mengikis batuan keras dan lambat laun akan terjadi dekomposisi menjadi masa tanah yang kompak
Wegner (1918: 27) Tanah adalah lapisan hitam tipis yang menutupi bahan padat bumi yang merupakan partikel kecil yang mudah remah, sisa vegetasi dan hewan, dimana tumbuhan bertempat kedudukan, berakar, tumbuh dan berbuah.
G.    Jenis-jenis Tanah
Perbedaan interaksi antara faktor-faktor pembentuk tanah menyebabkan tanah memiliki berbagai macam jenis. Di Indonesia, jenis-jenis tanah diklasifikasikan sebagai berikut:
1.    Tanah Organosol atau Tanah Gambut
Tanah ini terbentuk dari pembusukan bahan induk organik dari hutan rawa dengan warna cokelat atau cokelat hitam, bertekstur debu-lempung, tidak berstruktur dan konsistensi tidak lekat sampai dengan agak lekat, derajat keasamannya tinggi dan kandungan unsur hara rendah sehingga tidak cocok untuk bahan pertanian maupun perkebunan. Tanah jenis ini banyak terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan dan Papua.
2.    Tanah Aluvial
Tanah aluvial tergolong jenis tanah muda yang belum mengalami perkembangan. Tanah ini berasal dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam yang belum berstruktur. Adapun konsistensi tanah dalam keadaan basah lekat, pH bermaca-mmacam dan kesuburannya berkisar antara sedang hingga tinggi. Tanah jenis ini banyak terdapat pada tanah datar di sungai, laut maupaun daerah cekungan (depresi).
3.    Tanah Regosol
Tanah regosol ini masih muda dan belum mengalami diferensiasi horizon. Selain itu tanah ini bertekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang dan berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Tanah ini banyak terdapat di daerah Sumatra bagian timur dan barat, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
4.    Tanah Litosol
Tanah litosol memiliki lapisan tanah yang tidak begitu tebal dan berbatu-batu atau berkerikil dengan kedalaman tanah dangkal (Tanah litosol memiliki lapisan tanah yang tidak begitu tebal dan berbatu-batu atau berkerikil dengan kedalaman tanah dangkal)
5.    Tanah Latosol
Tanah latosol telah mengalami perkembangan atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman tanah dalam, tekstur lempung, struktur remah sampai gumpal, konsistensi gembur sampai agak teguh, warna cokelat, merah, sampai kuning. Tanah ini terbentuk dari batuan gunung api kemudian mengalami proses pelapukan lanjut. Tanah jenis ini terdapat di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 mm/tahun, dan ketinggian tempat berkisar 300–1.000 meter.
6.    Tanah Grumusol
Tanah gramusol berasal dari batu kapur, batuan lempung, tersebar di daerah iklim subhumid atau subarid, dan curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Selain itu tanah ini merupakan tanah mineral yang memiliki perkembangan profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur granular di lapisan atas dan gumpal sampai pejal di lapisan bawah, konsistensi jika basah sangat lekat dan plastis, jika kering tanah ini akan sangat keras dan retak-retak. Selain itu tanah ini memiliki kejenuhan basa, permeabilitas lambat dan peka terhadap erosi.

7.    Tanah Podsolik
Tanah ini berasal dari batuan pasir kuarsa, tersebar di daerah beriklim basah tanpa bulan kering, curah hujan lebih 2.500 mm/tahun. Tekstur lempung hingga berpasir, kesuburan rendah hingga sedang, warna merah dan kering.
8.    Tanah Podsol
Jenis tanah ini telah mengalami perkembangan profil, tekstur lempung sampai pasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, kandu ngan pasir kuarsanya tinggi, sangat asam, kesuburan rendah, kapasitas pertukaran kation sangat rendah dan peka terhadap erosi. Penyebarannya di daerah beriklim basah dengan curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun. Terdapat di daerah Kalimantan Tengah, Sumatra Utara dan Papua.
9.    Tanah Andosol
Jenis tanah ini merupakan jenis tanah dengan kandungan mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak cokelat kekelabuan sampai hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang, kelembapan tinggi, permeabilitas sedang, serta peka terhadap erosi.
10.  Tanah Mediteran Merah Kuning
Tanah jenis ini berasal dari batuan kapur keras (limestone). Penyebaran di daerah beriklim subhumid, topografi karst dan lereng vulkan dengan ketinggian di bawah 400 m. Warna tanah cokelat hingga merah. Khusus tanah mediteran merah kuning di daerah topografi karst disebut ”Terra Rossa”.
11.  Hidromorf Kelabu
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal yaitu topografi yang berupa dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, dan warna kelabu hingga kekuningan.



H.    Analisis
Dari berbagai masalah erosi yang tertera diatas dapat diketahui bahwa erosi merupakan gejala tanah yang hilang karena disebabkan oleh pergerakan air maupun angin yang barlangsung selama ada aliran permukaan. negara kita yang sering terkena bencana seperti tanah longsor dan banjir itu dikarenakan adanya erosi tanah yang menyebabkan kerusakan lingkungan, untuk itu kita sebagai manusia harus bisa melestarikan lingkungan hidup agar tidak terjadi bencana.
III.   Penutup
A.    Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulakan bahwa erosi adalah suatu gejala tanah yang hilang karena disebabkan oleh pergerakan air maupun angin yang barlangsung selama ada aliran permukaan.
Faktor yang menyenabkan adanya erosi diantaranya Faktor iklim yang berpengaruh terhadap erosi antara lain hujan, temperatur, angin, kelembaban, dan pemancaran matahari, sifat tanah, dan manusia, karena faktor tersebut menyebabkan tanah menjadi longsor. Jika hal itu terjadi di daerah dekat pemukiman penduduk maka akan berakiibat fatal sehingga rumah penduduk tertimbun tanah dan dapat memakan korban jiwa.
B.     Saran
Penyusun menyadari bahwasannya dalam penulisan makalah ini banyak memiliki kekurangan. Namun inilah yang dapat diberikan, penyusun telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun makalah ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan adanya saran dari rekan-rekan maupun dari dosen pengampu. Karena dengan adanya saran dapat membantu agar lebih baik lagi.






DAFTAR PUSTAKA
Rismunandar. 2007. Tanah dan seluk beluknya bagi pertanian. Sinar baru: Bandung.
Suripin, 2004. Pelestarian sumber daya tanah dan air. ANDI: Yogyakarta.
Supli Efendi Rahim. 2006. pengendalian erosi tanah bumi. aksara: Jakarta.
Utomo Hadi Wani. 1989. Konservasi tanah di Indonesia suatu rekaman dan analisa. Rajawali pers: Jakarta